Monday 4 June 2012


MADRASAH SATU ATAP


MADRASAH SATU ATAP :   SEBUAH ALTERNATIF ?
                                                                          Oleh
Nurhattati Fuad
Abstrak


Sebuah keniscayaan, setiap warga Indonesia untuk mengenyam dan memperoleh layanan pendidikan. Berpijak dari hal tersebut, berbagai program pemerataan dan peningkatan aksesibilitas pendidikan bagi semua warga Indonesia dilakukan pemerintah. Program tersebut, di samping bertujuan untuk mewujudkan demokrasi pendidikan, keadilan sosial, dan perwujudan nilai-nilai dasar kemanusiaan, juga  di masa depan bangsa Indonesia akan mampu “survived” di tengah dinamika kehidupan yang kian kompetitif dan mengglobal. Terkait dengan aksesibilitas pendidikan warga pada jenjang pendidikan SD/MI, hingga tahun 2003, tercatat dari 29.142.093 terdapat 542.258 siswa yang tidak dapat melanjutkan pendidikan ke jenjang pendidikan lebih tinggi (SMP/MTS). Hal tersebut, salah satunya disebabkan faktor geografis--jarak antara sekolah dengan tempat tinggal jauh. Realitas kependidikan seperti ini, maka sejak tahun 2004, di daerah yang memiliki  kondisi tertentu, didirikan sekolah satu atap, yang selanjutnya diikuti dengan pendirian madrasah satu atap sejak tahun 2006. Madrasah Satu Atap (MSA) pada dasarnya merupakan sistem penyelenggaraan sekolah dikelola secara terpadu baik secara fisik maupun pengelolaannya. Dengan demikian, MSA Pendidikan Dasar (yang terbangun dari sistem penyelenggaraan MI dan MTS), diantaranya bercirikan adanya keterpaduan dalam pengelolaaan dan berbagai sistem penyelenggaraannya. Antara lain, MSA memiliki keterpaduan dalam: (1) pengembangan visi dan misi pendidikan dasar di lingkungannya, (2) penyusunan program kerja tahunan sekolah, (3) pengelolaan kurikulun terpadu, (3) pengelolaan penerimaan siswa baru di lingkungannya, (4) pengatasan angka putus sekolah, angka mengulang, dan angka transisi, (5) pengatasan/pemenuhan kebutuhan tenaga kependidikan, (6) pengatasan/penyediaan kebutuhan sarana pembelajaran, (7) pengatasan keterbatasan keuangan, (8) mengupayaan partisipasi orang tua dan masyarakat, serta  (9) pengembangan upaya peningkatan kualitas pendidikan dasar.

Pendirian atau pengembangan MSA antara lain dilatar-belakangi oleh sejumlah faktor ekonomis, geografis, kultural dan manajerial. Secara geografis, MSA dikembangkan di daerah terpencil, terisolir, dan siswa terpencar. Dimana jarak sekolah dan siswa tak terjangkau. Secara ekonomis, MSA didirikan di daerah miskin dan terpencil. Secara manajerial, pendirian MSA dilakukan dalam upaya efisiensi penyelenggaraan sekolah. Dalam konteks ini, MSA dikembangkan pada MI  yang menghasilkan lulusan sedikit dan tidak mampu menjangkau SMP atau MTS terdekatnya, namun memiliki motivasi tinggi untuk melanjutkan ke jenjang pendidikan lebih tinggi. Oleh karena itu, pengembangan Model MSA dapat dilakukan secara variatif sesuai dengan kebutuhan komunitas penggunanya, antara lain: (1) mengembangkan model MI-MTS Satu Atap, dengan basis MI asal, yang dilakukan dengan cara menambah sumber daya pendidikan, (2) menggabungkan sejumlah MI berdekatan dalam satu daerah, dengan basis salah satu MI yang dianggap lebih memiliki sumberdaya, menjadi MI-MTS Satu Atap, dan (3) mengembangkan sejumlah MI dan sebuah MTS (yang sudah ada dan berada pada wilayah terjangkau), dengan basis adalah MTS, menjadi MI-MTS Satu Atap.

No comments:

Post a Comment